Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TERNATE
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2024/PN Tte RUSTAM SAIRUNG alias RUSTAM DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN DAN UDARA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 16 Mei 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2024/PN Tte
Tanggal Surat Rabu, 15 Mei 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1RUSTAM SAIRUNG alias RUSTAM
Termohon
NoNama
1DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN DAN UDARA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. Bahwa  Pemohon telah ditetapkan sebagai TERSANGKA atas dugaan terjadinya Tindak Pidana PELAYARAN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pidana Pasal 291 Jo. Pasal 38 ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 41 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Undang-Undang R.I. Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang dan Pasal 378 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana, Laporan Polisi Nomor : LP /B/12/I/2024/SPKT/POLDA MALUT, tanggal 26 Januari 2024 dan tercantum dalam Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/04/III/2024, tanggal 22 Maret 2024 perihal PENETAPAN TERSANGKA ;

 

2.   Bahwa  perihal penempatan seseorang sebagai Tersangka, maka oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 telah menegaskan bahwa frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Ketentuan dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Satu-satunya pasal yang menentukan batas minimum bukti adalah dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti ... dst”. Oleh karena itu, pemaknaan “minimal dua alat bukti” dinilai Mahkamah merupakan perwujudan asas due process of law untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana. Sebagai hukum formil dalam proses peradilan pidana di Indonesia, masih terdapat beberapa frasa dalam KUHAP yang memerlukan penjelasan agar terpenuhi asas lex certa serta asas lex stricta agar melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun penyidik ;

Pihak Dipublikasikan Ya